Mengesahkan RUU MHA Sama dengan Merawat Modal Dasar Keindonesiaan

23-11-2021 / BADAN LEGISLASI
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya. Foto: Dok/Man

 

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya menegaskan, proses merancang, membahas, hingga mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) sama dengan merawat modal dasar keindonesiaan. Yaitu, merawat soal jati diri dan keragaman budaya bangsa yang sudah lebih dahulu terbentuk, jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia.

 

“Bagaimana kemudian kita merawat kebudayaan, membuat dan mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat itu sama saja dengan merawat modal dasar keindonesiaan. Itu yang paling penting,” jelas Willy di Gedung Nusantara III, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/11/2021).

 

Persoalan kebudayaan ini juga perlu diperhatikan. Sebab, jika merujuk pada data dari UNESCO, terdapat pengurangan dua bahasa tiap tahunnya, dari tidak kurang 800 bahasa yang dimiliki Indonesia per 2019.  Menurut Willy, hal itu karena proses penggunaan bahasa daerah tidak pernah dikonversi, kebijakan yang tidak melindunginya, juga tidak digunakan oleh masyarakat setempat.

 

“Kalau dulu di Orde Baru, masih ada anak-anak usia SD masih gunakan bahasa daerah, SMP baru gunakan Bahasa Indonesia. Jadi ada klasterisasi kapan kita gunakan atau diajarkan hal yang kita sebut dengan mother tongue,” ujar Anggota Fraksi Partai NasDem DPR RI ini.

 

Di sisi lain, Willy menyayangkan adanya narasi negatif yang selalu mempertentangkan antara semangat pembahasan RUU MHA ini dengan pembangunan atau investasi, khususnya kepada korporasi-korporasi besar. Padahal, RUU ini mengatur hak dasar manusia dalam menjalankan kepercayaan.

 

“Kita lupa ada hal-hal yang lebih penting di dalam RUU ini. Dia tidak hanya mengatur hak atas tanah, hak atas sumber daya alam. Tidak hanya mengatur hak-hak elementer seperti itu, tapi juga mengatur hak menjalankan kepercayaan. Di KTP kan sejauh ini hanya enam agama itu saja kan,” kata Anggota Komisi XI DPR RI itu.

 

Meskipun demikian, ia menjamin ketika RUU MHA nanti disahkan, pengakuan akan status Masyarakat Hukum Adat harus melewati berbagai tahap verifikasi untuk mendapatkan hak tersebut. “Kita dulu ingat soal otonomi daerah. Kalau dulu kita ke Kalimantan Barat, nabrak babi dihitung sebanyak putingnya. Nah ini ada panitia yang melakukan verifikasi di sana. Jadi kita tidak sembrono mengesahkan sebuah UU langsung memberikan legitimasi ke semuanya,” tegas Willy.

 

Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Timur XI ini berharap dengan adanya pelurusan informasi seperti ini, dapat segera disahkan di Rapat Paripurna untuk menjadi RUU inisiatif DPR. “Ternyata kalau kita mau jujur, kendala utamanya adalah political will, baik di Medan Merdeka Utara maupun di Senayan,” tutup Willy. (rdn/sf)

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...